4 T, yaitu :
TELAAH: proses mengkonstruksi pengetahuan yang utuh melalui pengumpulan informasi dan studi pustaka. Daftar pertanyaan disusun bersama untuk membantu dalam langkah-langkah selanjutnya akan dirancang pada tahap ini ;
TELITI: Proses ini untuk mengkonformasi temuan yang diperoleh sebelumnya, berdasarkan pembuktian yang bersifat laboratorik, kerja lapangan dalam bentuk observasi, interview dan cara lain yang memnuhi persyaratan ilmiah. Hasil dari langkah ini akan berupa temuan (pengetahuan) yang telah dikonfirmasi dengan “evidence” (bukti). Siswa secara pribadi atau berkelompok akan melaporkan temuannya secara tertulis dengan menggunakan standar laporan ilmiah yang lazim ;
TATA: Temuan dalam bentuk laporan yang telah dipersiapkan akan diperbincangkan dalam pertemuan diskusi, tutorial, dengan rekan sekelasnya. Jikalau dianggap perlu satu atau dua nara-sumber dapat diturut-sertakan. Tujuan utama langkah ini adalah untuk mengklarifikasikan asumsi-asumsi yang digunakan; memperdebatkan pendapat dan temuan ; menyempurnakan temuan berdasarkan pendapat yang benar dan obyektif dari “peer group” dan pendapat ahli lainnya.
Disini pula akan timbul perbincangan tentang isu yang kontraversial yang ditemukan di lapangan karena tidak sejalan dengan pembelajaran tentang nilai-nilai spiritual dan agama, nilai moral dan budaya. Persoalan kekerasan terhadap anak, jender, keluarga, dan anggota masyarakat akan memunculkan kepentingan baru yang berhubungan dengan hak azasi manusia, keadilan, kemiskinan, demokrasi, dan juga penghancuran dan keutuhan lingkungan. Dalam upaya siswa menata temuan dan pengetahuannya ia harus dibantu sepenuhnya agar mampu mengadakan proses mengklarifikasi niali-nilai. Proses tersebut sangat penting oleh karena maksudnya untuk memungkinkan para siswa mengambil keputusan berdasarkan kata hatinya (nurani) sebagai landasan untuk bertindak sesuai dengan keputusan kata hatinya itu. Dalam langkah TATA ini menjadi imperatif internalisasi nilai dan etika.
TUTUR: Pada akhir proses pembelajaran tentang suatu ilmu/mata-pelajaran para siswa perlu mengkomunikasikan dalam rangka pertanggung-jawaban ilmiah, temuan yang telah diverifikasi, dan ditata secara “tuntas”. Para siswa akan menggunakan berbagai media yang dipilihnya sendiri misalnya melalui workshop, konperensi, atau seminar. Tidak tertutup kesempatan bagi siswa-siswa untuk memilih cara yang lebih komunikatif dan ekspresif, misalnya, melalui lukisan, seni pertunjukkan, poster, dsb. Semua umpan balik yang didapat sebagai akibat mengkomunikasikan temuan pembelajaran berbasis penelitian itu mempunyai dimensi edukatif yaitu untuk membuat penemunya memilki kerendahan hati tetapi dengan integritas kepribadian yang tinggi.
Sekolah-sekolah di Indonesia harus memulai sebuah lembaran baru dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran yang berbasis penelitian dengan langkah-langkah yang konkrit, konsekutif dan integratif. Sudah barang tentu perbaikan dan pembaharuan proses pembelajaran berbasis penelitian yang dilaksanakan sekolah-sekolah ini, tidak akan terjadi secara instan, namun yang jelas, akan terjadi Pemebelajaran Berbasis Penelitian ini akan mendobrak pemikiran-pemikiran dibidang pendidikan yang konvensional – pendekatan ini akan mendorong upaya untuk merekonstruksi kurikulum kearah yang memberdayakan imajinasi anak dan secara menyeluruh tidak “overloaded”. Dipihak yang lain, akan ada tuntutan pembaharuan pada program pendidikan guru agar berbasis pada pengembangan kapasitas belajar anak.
Telaah, Teliti, Tata dan Tutur, menerjemahkan dan mengkonkritkan semboyan Ki Hajar Dewantoro, “tut wuri handayani” menjadi semakin nyata dan berwibawa dalam upaya kita bersama untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar